Sabtu, 07 Juni 2008

ANTARA PEGAWAI NEGERI DAN LINGKUNGAN

Ketika pertama kali konsep otonomi daerah ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di daerah, karena pada saat pemerintahan Soeharto (Alm.) terjadi ketimpangan dalam pembangunan di daerah dengan di pusat. Daerah yang kaya akan sumber daya alam ternyata hanya daerah miskin yang hidup segan mati pun tak mau. Otonomi Daerah telah memberikan nafas bagi tiap-tiap daerah tingkat dua dalam berbenah diri dan mulai membangun daerahnya masing-masing termasuk diantaranya berjuang untuk memperoleh pendapatan yang besar dari kekayaan alam yang dimiliki daerahnya.

Lucunya dalam sebuah pembicaraan di warung kopi, seseorang mulai membandingkan profil pegawai negeri di daerah dengan pegawai swasta। Sebut saja Andi, ia mengatakan bahwa pegawai negeri itu adalah orang-orang buangan, tidak produktif, tidak memiliki kemampuan berkembang dan berkompetisi serta tidak professional. Kemudian pernyataan Andi itu disela oleh Rahmat yang juga adalah seorang pensiunan pegawai negeri, ia mengatakan dengan bangganya “itulah yang membedakan antara manajemen bisnis dengan manajemen pemerintahan” kesimpulannya adalah manajemen pemerintahan itu misinya adalah membiarkan pegawainya tidak produktif, tidak mampu berkembang, tidak mampu berkompetisi dan tidak membutuhkan professional, yang penting adalah diri sendiri?

Jika seorang anak ditanya kenapa kamu mau jadi pegawai negeri? Jawabannya adalah “Supaya bisa punya rumah gede, punya mobil karena punya jabatan” kemudian jika tidak bisa jadi pejabat maka jawabnya “yah, minimal masuk kerja baca Koran, kemudian mampir ke kantin, kalau ada bos pura-pura ngetik atau nulis, dan sudah tua dapat pensiun tiap bulan”

Wajar saja kalau Negara kita hidup morat-marit। Masa sih membangun Negara sebesar ini 50 tahun nggak beres-beres. Wajar saja kalau ide dan gagasan perbaikan lingkungan pada secarik kertas dari masyarakat kandas di kantin kantor kemudian hilang entah kemana. Wajar saja, kita nggak pernah bisa menyelesaikan kasus illegal lodging. Setiap kasus lingkungan bagaikan panas-panas tahi ayam.

Pemerintah daerah kota/kabupaten bertengkar dengan pemerintah propinsi hanya gara-gara pengelolaan tambang menjadi hak siapa. Mereka tidak pernah bertengkar masalah kenapa lingkungan menjadi rusak dan siapa yang harus memperbaikinya. Mungkin motif ekonomi adalah urusan nomor satu dalam Negara kita, dan masa depan nomor sekian.

Padahal pegawai negeri adalah harapan kita satu-satunya membangun negeri yang maju dan berwawasan lingkungan। Pegawai pemerintah seperti ini warisan siapa? Soekarno kah? Suharto kah? Gusdur kah? Megawati kah? Atau SBY-JK?

Menurut Weldegrave, W (1987), bahwa “Peran pemerintahlah yang menentukan standar dan perioritas। Dan, Industrilah yang mengembangkan teknologi untuk memenuhi serta meningkkan standar ini. Dialog tidak perlu berlangsung terus, lingkungan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari seruan penghentian semua polusi di semua tempat dengan segera ‘agar tidak terjadi sesuatu.’ Tetapi, industri juga perlu menyerukan tanda bahaya terlalu keras dan terlalu sering.” (Dalam Canon, 1995:215).

Karena pemerintah kita tidak bisa di andal kan, maka perlu dari kita semua untuk melakukan sesuatu yang serius untuk memperbaiki kerusakan lingkungan। Kalangan LSM perlu terus mengedukasi masyarakat untuk melakukan aksi boikot terhadap produk-produk yang mengancam lingkungan dan mendidik mereka untuk melakukan sesuatu perilaku berbasis lingkungan. Para manajemen membuka mata dan pikiran mereka untuk memperbaharui produk-produk mereka serta cara-cara mereka mengelola sumber daya alam dengan baik dan aman bagi lingkungan disekitarnya.

Kalangan LSM perlu terus mengedukasi masyarakat untuk melakukan aksi boikot terhadap produk-produk yang mengancam lingkungan dan mendidik mereka untuk melakukan sesuatu perilaku berbasis lingkungan. Para manajemen membuka mata dan pikiran mereka untuk memperbaharui produk-produk mereka serta cara-cara mereka mengelola sumber daya alam dengan baik dan aman bagi lingkungan disekitarnya. Karena kita tidak mungkin berharap banyak dengan pemerintah menjadi agent of environment, jadi mesti kita lah yang menjadi agent-agent itu. Jika ini terjadi, maka era bisnis berbasis lingkungan dapat terwujud.

Tidak ada komentar: