Kebajikan dalam Bisnis
Paul Hawken dalam bukunya The Ecology of Commerce A Declaration of Sustainability mengatakan bahwa setiap tindakan komersial, setiap persetujuan atau transaksi bisnis, membantu merusak lingkungan, dan Hawken percaya bahwa kita harus berpikir mengenai bisnis dengan cara yang berbeda. Dia berpikir bahwa tindakan bisnis setiap hari harus dibuat untuk membantu melestarikan lingkungan, tetapi ini tidak terjadi bersamaan dengan pemikiran ekonomi yang kita miliki saat ini. (dalam Stoner, Freeman & Gilbert, 1995:103).
Kebajikan dalam bisnis (the virtue in business), terlepas dari tujuan utama bisnis untuk mencapai laba maksimal bagi organisasinya, sebuah perusahaan perlu mengembangkan sebuah misi kepedulian terhadap lingkungan. Organisasi harus sangat hati-hati mengembangkan sebuah produk yang mampu memberikan kebajikan-kebajikan terhadap lingkungan dengan mencari alternatif teknologi dalam menciptakan kemasan produk yang ramah lingkungan, penghematan energi, dan menciptakan produk yang dapat di daur ulang semaksimal mungkin. Cara-cara ini yang saya maksud dengan kebajikan dalam bisnis.
Seperti dikatakan oleh Straub & Attner (1994) yang menyebutkan ada beberapa kecenderungan dan peluang bagi usaha yaitu melakukan perlindungan bagi lingkungan (Environment Protection), mereka mengatakan “the public’s concern for protecting and preserving the environment is now a major business issue. The company will have to make environmental considerations a part of strategic decision making – not because it is a law or some group wants it, but becauste it is the right thing to do.” (1994:22).
Menarik sekali apabila muncul pertanyaan bagaimana sebuah pasar itu didorong oleh upaya-upaya pemasaran menjadi sesuatu yang heterogenitas, begitu pula tentang naik-turunnya peemintaan dalam pasar telah menyebabkan sesuatu industri mengalami atau melewati siklus sejarah pertumbuhan (growth), kedewasaan (maturity), dan kemunduran (decay) dan kematian (death). Sebelumnya industri didorong untuk melakukan produksi sebanyak mungkin yang mereka dapat lakukan, sehingga kondisi ini menggambarkan perusahaan itu dikategorikan sebagai perusahaan yang berfokus pada produk atau istilahnya beroirentasi pada produk (Product Oriented).
Sejak Levitt menyodorkan konsep Marketing Myopia (rabun dekat pemasaran) pada tahun 1960, telah mengubah kosep dan pemikiran manajemen tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk menghindari myopia itu. Perusahaan berlomba-lomba melakukan riset kepada konsumen dan pelanggan mereka, alhasil mereka menikmati sejumlah keuntungan baru, yaitu selamat dari persaingan pasar yang sangat ketat.
Para perusahaan yang berbasis pada konsumen kini menikmati hasil yang menggembirakan, produk mereka selalu dekat dengan pelanggan, mereka menempati posisi yang nyaman dalam pasar. Dan, mereka selalu melakukan riset dengan pelanggan serta mereka melakukan innovasi pada produk sesuai dengan keinginan pelanggan.
Namun, keuntungan yang mereka peroleh selama ini tentu saja telah menghabiskan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mencemari lingkungan sekitar dan merusak hutan. Demikian pula, bahwa pelanggan dipacu untuk terus menerus meningkatkan konsumtifitasnya tanpa dibekali pola pembelajaran yang positif.
Kini kita dihadapi dengan masalah yang serius, yaitu terjadinya perubahan lingkungan yang semakin lama semakin buruk. Beberapa puluh tahun yang lalu hal ini tidak kita sadari karena kita tidak berhadapan dengan masalah lingkungan yang kritis. Namun kini semua telah banyak berubah, bumi yang kita huni adalah tidak seperti dahulu kala kita bercengkrama dengan lingkungan sekitar yang asri dan aman. Produktifitas selalu dijadikan tameng untuk menutupi kenyataan lemahnya kemauan kita untuk melindungi alam sekitar. Pihak perusahaan khususnya para manajer memiliki posisi penting dalam menentukan nasib kehidupan manusia di masa depan.
Konsumen dan pelanggan tidak dapat dipersalahkan sebagai penyebab krisis lingkungan, jika kita melihat proses pemasaran, bahwa perusahaan melakukan berbagai upaya untuk men-stimuli (merangsang) orang-orang untuk mengkonsumsi produk yang mereka ciptakan. Jadi sangat tidak tepat bila dikatakan bahwa krisis lingkungan adalah ulah konsumtif masyarakat yang tinggi.
Karakteristik manajemen yang efektif adalah bagaimana para manajer baik di lini tengah dan puncak bersama-sama memikirkan visi dan misi perusahaan di masa ini untuk kebaikan dan keberlangsungan perusahaan di masa depan dengan memasukkan kebajikan organisasi tentang lingkungan.
Seharusnya perusahaan tidak terjerumus dalam Blindness of Imagination (kebutaan dalam imajinasi), perusahaan harus menyelamatkan lingkungan bukan karena desakan-desakan sosial saja. Bagaimanapun, krisis lingkungan yang akan dihadapi pada masa depan secara langsung akan mengancam kemampuan perusahaan dalam melaksanakan proses produksi serta pemasaran hasil produksi di masa depan.
Oleh karenanya, para manajer di lingkungan perusahaan harus mencari solusi atas proses-proses produksi dan pemasaran-nya dengan meminimalisasikan penggunaan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui dan mengurangi resiko pencemaran lingkungan. selalu ada cara yang lebih baik dalam mencapai upaya-upaya itu bila para manajer memiliki kebajikan organinasi, artinya bahwa masalah lingkungan menjadi cakupan pemikiran manajemen masa depan dan menjadikannya sebagai keharusan yang tidak dapat ditunda.
Rabu, 23 April 2008
Selasa, 15 April 2008
Mari kita mulai era bisnis berorientasi lingkungan
Kita semua tentunya menyadari bahwa ‘teknologi’ dan ‘ekonomi’ selalu berjalan beriringan diantara hubungan manusia dengan alam. Namun kenyataannya kita melihat hal yang jauh berbeda, dengan semakin bertambahnya jumlah manusia di bumi, hubungan antara teknologi dan ekonomi yang berperan penting bagi masa depan manusia juga mengancam bumi yang kita tempati. Mungkin akan kita temui banyak hal yang baik – yang kita pandang sebagai sebuah hasil, mungkin saja akan timbul masalah yang mengganggu bahkan mengancam jika hubungan itu justru menyebabkan kehancuran bagi keduanya. Ini terjadi karena kita tidak memandang arti penting kehidupan yaitu hubungan antara manusia dengan alam.
Teknologi dan ekonomi seharusnya berjalan secara harmonis diantara manusia sebagai khalifah (pemimpin) dan lingkungan (bumi beserta isinya). Dengan semakin besarnya populasi manusia, seharusnya hubungan seperti itu menjadi hal yang penting untuk dijaga bagi masa depan manusia dan bumi. Banyak hal positif untuk di-imajinasi-kan, namun mungkin faktor keserakahan juga menjadi penghalang keinginan baik, seperti perilaku konsumtif tinggi juga merupakan hasil dorongan-dorongan penjualan produk melalui promosi dan iklan yang dilakukan oleh produsen itu telah memberikan efek yang tinggi dari proses dan penggunaan barang itu.
Beberapa penggunaan atau peng-konsumsi-an produk serta proses produksinya telah memberikan efek yang tinggi terhadap apa yang kini kita sebut dengan pemanasan global (global warming), atau tindakan itu telah mencemari lingkungan sehingga kualitas kesehatan lingkungan semakin rendah. Lihat saja tingkat kekeruhan sungai yang tinggi di kota-kota kita di tanah air yang tidak lain disebabkan oleh erosi saja tetapi juga tumpukan sampah yang dibuang ke sungai, limbah beracun dari industri, dan limbah rumah tangga.
Dengan melihat kondisi lingkungan seperti ini mungkin muncul sebuah pertanyaan serius, apakah keterlibatan bisnis sangat besar terhadap penurunan kualitas lingkungan? Mungkinkah bisnis bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi. Perlu argumentasi yang kuat untuk menentukan dimana posisi bisnis seharusnya dan bagaimana hubungannya dengan lingkungan. Apa tanggung jawab perusahaan ini bagi diri mereka sendiri?
Bagi masyarakat, keberadaan perusahaan adalah sebagai tempat mereka untuk menghasilkan uang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga. Sedangkan bagi perusahaan, tenaga dan loyalitas mereka dibutuhkan untuk menggerakkan modal dan menghasilkan keuntungan yang dapat dinikmati bersama – walaupun kita tahu bahwa tidak ada perusahaan di dunia ini bersifat koperasi (memberikan keuntungan yang sama bagi anggotanya). Apakah kita perlu menghentikan produktifitas untuk mempertahankan bumi kita?
Peranan bisnis dan masalah lingkungan sekitar
Banyak sekali masalah lingkungan yang kita hadapi, mulai dari perilaku masyarakat yang buruk dengan membuang sampah sembarang tempat, polusi udara dan air yang tidak terkendalikan. Kita mencoba menuntaskan masalah-masalah ini secara perlahan, namun kerusakan selalu lebih cepat dari upaya penyelamatan lingkungan yang kita lakukan. Sebagian ekonom berharap bahwa perbaikan lingkungan dapat diselesaikan melalui program corporate social responsibility. Namun, tujuan utama untuk memperpanjang nilai ekonomi pun tidak tercapai karena berbagai tindakan yang kita lakukan dengan tujuan untuk mencapai produktifitas itu justru telah menghancurkan rencana produktifitas di masa depan.
Para pebisnis saat ini mulai menyadari arti penting dari sebuah kepedulian kepada lingkungan. Saya tidak bangga jika Anda mengatakan bahwa Anda peduli dengan lingkungan, karena sikap Anda tidak akan memberikan efek yang besar terhadap upaya perbaikan lingkungan. “Peduli hanya sebuah pengaruh, tapi kita membutuhkan lebih dari sebuah usaha untuk merubah planet kita ”.
Teknologi selalu beriringan dengan perubahan perilaku manusia, hubungan keduanya sangat erat. Teknologi baru telah mengubah perilaku masyarakat, dan perubahan perilaku masyarakat dapat menghasilkan teknologi baru. Demikian pula bahwa perubahan perilaku masyarakat dimulai dari perubahan individu yang mewabah. Perubahan pada individu primer terjadi oleh tumbuhnya sebuah kesadaran diri sebagai hasil dari sebuah pengalaman atau informasi yang didapat.
Kondisi lingkungan yang menurun, ancaman global warming dan krisis energi akhir-akhir ini semakin kuat memengaruhi kesadaran banyak orang. Hal ini dapat ditangkap oleh beberapa perusahaan untuk melakukan berbagai inovasi dan pengembangan teknologi yang dapat menempatkan mereka pada posisi yang aman dalam persaingan. Beberapa perusahaan itu telah melakukannya sejak lama, beberapa diantaranya baru akan memulai, tetapi masih banyak perusahaan yang tidak siap dengan perubahan ini. Biasanya mereka akan menghadapi situasi yang buruk karena banyak orang mulai memperhatikan masalah lingkungan lebih serius.
Perusahaan atau organisasi diharapkan dapat menjadi agent of environment dengan melakukan fungsi sebagai pengelola sumber daya alam yang berbasis pada lingkungan. Demikian, perusahaan yang melakukan upaya seperti ini memiliki peluang untuk memenangkan kompetisi saat ini dan masa depan.
Environment Base Oriented adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan dikembangkan produk berbasis lingkungan sejalan dengan perubahan pandangan masyarakat tentang cara pemenuhan kebutuhan yang lebih baik.
Ini adalah sebuah konsep dimana perusahaan seharusnya mengelola kepuasan pelanggan yang didukung oleh pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan. Tidak hanya itu, perusahaan selain mengembangkan produk yang ramah lingkungan juga melakukan kegiatan-kegiatan yang berusaha untuk meminimalisasi dampak lingkungan. Dan, perusahaan yang melakukan cara-cara seperti itu biasanya telah memiliki prinsip-prinsip yang telah tercantum dalam spirit of organization atau budaya perusahaan yang mencerminkan seluruh perilaku individu perusahaan serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya.
Beranikah kita memulai ini semua, tentunya ada banyak konsekuensi yang akan kita hadapi. Terutama bagaimana cara mengubah perilaku kita, dan kepekaan kita terhadap lingkungan semakin tinggi. Melalui efek berantai adalah cara yang tepat kita gunakan untuk menyadarkan setiap orang, dan mengajak mereka untuk peduli dengan dirinya. Kepedulian dengan dirinya artinya dia harus segera melakukan tindakan penyelamatan lingkungan mulai dari perilaku yang paling kecil seperti meminimalisasi penggunaan kantong plastic misalnya.
Teknologi dan ekonomi seharusnya berjalan secara harmonis diantara manusia sebagai khalifah (pemimpin) dan lingkungan (bumi beserta isinya). Dengan semakin besarnya populasi manusia, seharusnya hubungan seperti itu menjadi hal yang penting untuk dijaga bagi masa depan manusia dan bumi. Banyak hal positif untuk di-imajinasi-kan, namun mungkin faktor keserakahan juga menjadi penghalang keinginan baik, seperti perilaku konsumtif tinggi juga merupakan hasil dorongan-dorongan penjualan produk melalui promosi dan iklan yang dilakukan oleh produsen itu telah memberikan efek yang tinggi dari proses dan penggunaan barang itu.
Beberapa penggunaan atau peng-konsumsi-an produk serta proses produksinya telah memberikan efek yang tinggi terhadap apa yang kini kita sebut dengan pemanasan global (global warming), atau tindakan itu telah mencemari lingkungan sehingga kualitas kesehatan lingkungan semakin rendah. Lihat saja tingkat kekeruhan sungai yang tinggi di kota-kota kita di tanah air yang tidak lain disebabkan oleh erosi saja tetapi juga tumpukan sampah yang dibuang ke sungai, limbah beracun dari industri, dan limbah rumah tangga.
Dengan melihat kondisi lingkungan seperti ini mungkin muncul sebuah pertanyaan serius, apakah keterlibatan bisnis sangat besar terhadap penurunan kualitas lingkungan? Mungkinkah bisnis bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi. Perlu argumentasi yang kuat untuk menentukan dimana posisi bisnis seharusnya dan bagaimana hubungannya dengan lingkungan. Apa tanggung jawab perusahaan ini bagi diri mereka sendiri?
Bagi masyarakat, keberadaan perusahaan adalah sebagai tempat mereka untuk menghasilkan uang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga. Sedangkan bagi perusahaan, tenaga dan loyalitas mereka dibutuhkan untuk menggerakkan modal dan menghasilkan keuntungan yang dapat dinikmati bersama – walaupun kita tahu bahwa tidak ada perusahaan di dunia ini bersifat koperasi (memberikan keuntungan yang sama bagi anggotanya). Apakah kita perlu menghentikan produktifitas untuk mempertahankan bumi kita?
Peranan bisnis dan masalah lingkungan sekitar
Banyak sekali masalah lingkungan yang kita hadapi, mulai dari perilaku masyarakat yang buruk dengan membuang sampah sembarang tempat, polusi udara dan air yang tidak terkendalikan. Kita mencoba menuntaskan masalah-masalah ini secara perlahan, namun kerusakan selalu lebih cepat dari upaya penyelamatan lingkungan yang kita lakukan. Sebagian ekonom berharap bahwa perbaikan lingkungan dapat diselesaikan melalui program corporate social responsibility. Namun, tujuan utama untuk memperpanjang nilai ekonomi pun tidak tercapai karena berbagai tindakan yang kita lakukan dengan tujuan untuk mencapai produktifitas itu justru telah menghancurkan rencana produktifitas di masa depan.
Para pebisnis saat ini mulai menyadari arti penting dari sebuah kepedulian kepada lingkungan. Saya tidak bangga jika Anda mengatakan bahwa Anda peduli dengan lingkungan, karena sikap Anda tidak akan memberikan efek yang besar terhadap upaya perbaikan lingkungan. “Peduli hanya sebuah pengaruh, tapi kita membutuhkan lebih dari sebuah usaha untuk merubah planet kita ”.
Teknologi selalu beriringan dengan perubahan perilaku manusia, hubungan keduanya sangat erat. Teknologi baru telah mengubah perilaku masyarakat, dan perubahan perilaku masyarakat dapat menghasilkan teknologi baru. Demikian pula bahwa perubahan perilaku masyarakat dimulai dari perubahan individu yang mewabah. Perubahan pada individu primer terjadi oleh tumbuhnya sebuah kesadaran diri sebagai hasil dari sebuah pengalaman atau informasi yang didapat.
Kondisi lingkungan yang menurun, ancaman global warming dan krisis energi akhir-akhir ini semakin kuat memengaruhi kesadaran banyak orang. Hal ini dapat ditangkap oleh beberapa perusahaan untuk melakukan berbagai inovasi dan pengembangan teknologi yang dapat menempatkan mereka pada posisi yang aman dalam persaingan. Beberapa perusahaan itu telah melakukannya sejak lama, beberapa diantaranya baru akan memulai, tetapi masih banyak perusahaan yang tidak siap dengan perubahan ini. Biasanya mereka akan menghadapi situasi yang buruk karena banyak orang mulai memperhatikan masalah lingkungan lebih serius.
Perusahaan atau organisasi diharapkan dapat menjadi agent of environment dengan melakukan fungsi sebagai pengelola sumber daya alam yang berbasis pada lingkungan. Demikian, perusahaan yang melakukan upaya seperti ini memiliki peluang untuk memenangkan kompetisi saat ini dan masa depan.
Environment Base Oriented adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan dikembangkan produk berbasis lingkungan sejalan dengan perubahan pandangan masyarakat tentang cara pemenuhan kebutuhan yang lebih baik.
Ini adalah sebuah konsep dimana perusahaan seharusnya mengelola kepuasan pelanggan yang didukung oleh pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan. Tidak hanya itu, perusahaan selain mengembangkan produk yang ramah lingkungan juga melakukan kegiatan-kegiatan yang berusaha untuk meminimalisasi dampak lingkungan. Dan, perusahaan yang melakukan cara-cara seperti itu biasanya telah memiliki prinsip-prinsip yang telah tercantum dalam spirit of organization atau budaya perusahaan yang mencerminkan seluruh perilaku individu perusahaan serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya.
Beranikah kita memulai ini semua, tentunya ada banyak konsekuensi yang akan kita hadapi. Terutama bagaimana cara mengubah perilaku kita, dan kepekaan kita terhadap lingkungan semakin tinggi. Melalui efek berantai adalah cara yang tepat kita gunakan untuk menyadarkan setiap orang, dan mengajak mereka untuk peduli dengan dirinya. Kepedulian dengan dirinya artinya dia harus segera melakukan tindakan penyelamatan lingkungan mulai dari perilaku yang paling kecil seperti meminimalisasi penggunaan kantong plastic misalnya.
Langganan:
Postingan (Atom)